SEMPAT SUDAH DISURUH MILIH TEMPAT DIKUBUR KARENA KANKER PARU-PARU, 10 TAHUN KEMUDIAN MASIH SEHAT DAN MENIKAH KEMBALI
Pak Ichwan (62) didiagnosa kanker paru-paru pada awal tahun 2013. Hasil CT scan menunjukkan massa yang sudah cukup besar di area mediastinum yang menempel di dinding otot punggung belakang dengan ukuran sekitar 5-6 cm, ditambah ada penyebaran dengan ukuran yang lebih panjang mencapai 6-7 cm. Kondisinya sudah sangat lemah, sudah 12 hari tak bisa buang air, mengalami sesak nafas terus-menerus serta kesakitan luar biasa di bagian punggung. Dokternya mengatakan tak ada tindakan yang bisa dilakukan dan kemungkinan hanya bisa bertahan tinggal beberapa hari saja. Keluarganya sudah membuat persiapan untuk menghadapi kemungkinan yang terburuk kalau Pak Ichwan akhirnya meninggal dengan mencari alternatif tempat mengubur. Dalam keputusasaan itu anaknya Pak Ichwan menemukan alternatif ECCT, dan memakaikannya kepada Pak Ichwan saat sambil dirawat di rumah sakit. Takdir Pak Ichwan berkata lain, ia berangsur membaik setelah pakai alat ECCT. Massa kankernya menyusut signifikan dalam 1 bulan. Ia kembali pulih secara normal dalam hitungan 2 bulan. 10 tahun kemudian Pak Ichwan masih dalam kondisi sehat, dan sudah menikah kembali dengan isteri baru setelah ditinggal isteri pertamanya yang meninggal karena kanker.
Gambar: Paling kanan: Hasil rontgen dan CT scan awal Pak Ichwan saat didiagnosa kanker paru-paru sebelum pakai alat ECCT; Tengah: Gambar rontgen paru-paru setelah pemakaian ECCT sebulan dan 3 bulan yang menunjukkan massa tumor sudah tak nampak; Paling kiri: Foto Pak Ichwan bersama kedua anaknya tahun 2024, melewati 10 tahun sejak pertama kali di diagnosa kanker.
***
Pak Ichwan dirawat berkali-kali di RS karena merasakan sesak nafas yang sangat disertai sakit pada bagian di punggungnya sejak April 2013. Hasil rontgen menunjukkan tanda-tanda konsolidasi di paru-paru kanannya, diduga gejala TB saja, relatif tak ada tindakan yang signifikan yang mengarah ke kanker.
Keluhannya cenderung semakin bertambah. Hasil rontgen dada 3 bulan kemudian menunjukkan area konsolidasi di paru kanannya bertambah semakin luas, curiga ada massa di paru-parunya. Pemeriksaan dengan CT scan menunjukkan massa di paru-paru menunjukkan massa yang sudah cukup besar di area mediastinum yang menempel di dinding otot punggung belakang dengan ukuran sekitar 5-6 cm, ditambah ada penyebaran dengan ukuran yang lebih panjang mencapai 6-7 cm. Massa kanker menempel pada tulang rusuk di punggungnya, disertai ada cairan di bagian selaput pleura paru-paru kanannya yang membuat nafasnya sesak.
Kondisinya sudah sangat lemah, sudah 12 hari tak bisa buang air, mengalami sesak nafas terus-menerus serta kesakitan luar biasa di bagian punggung. Dokternya mengatakan tak ada tindakan yang bisa dilakukan dan kemungkinan hanya bisa bertahan tinggal beberapa hari saja. Dari pihak rumah sakit juga sudah menyampaikan ke keluarga supaya banyak berdo'a, dan menyarankan mulai membuat persiapan untuk menghadapi kemungkinan yang terburuk.
Keluarganya sudah berdiskusi dan membuat persiapan untuk melakukan proses pemakaman kalau Pak Ichwan akhirnya meninggal dengan mencari alternatif tempat mengubur yang kemungkinan dilakukan di Jakarta atau di tanah kelahiran, Bumiayu, Jawa Barat.
Dalam keputusasaan itu anaknya Pak Ichwan menemukan alternatif ECCT, dan memakaikannya kepada Pak Ichwan saat sambil dirawat di rumah sakit.
Takdir Pak Ichwan berkata lain. Ia berangsur membaik setelah pakai alat ECCT. Nafasnya berangsur-angsur pulih kembali sejalan dengan pakai alat. Persiapan "pulang kampung" ke Bumiayu dibatalkan.
Sebulan pakai alat cairan di paru-parunya hilang, massa tutumornya menyusut signifikan, relatif sudah tak nampak jelas berdasarkan hasil rontgen dada setelah pemakaian 1 bulan. Setelah pemakaian 3 bulan kankernya nampak tinggal "bekas" yang tak berubah dan tak berkembang lagi.
Pak Ichwan tak pernah dibiopsi, sehingga tak pernah tahu secara akurat jenis kanker paru-paru yang dialaminya. Tetapi dengan respon yang relatif cepat dalam waktu 1 bulan massa tumor bisa menyusut secara signifikan dengan pemakaian alat ECCT, umumnya hal itu hanya terjadi pada kasus kanker paru-paru jenis adenokarsima dengan tingkat keganasan tinggi seperti poorly differentiated adenocarcinoma.
Kanker paru-paru adalah jenis kanker yang paling mematikan, menyebabkan kematian yang paling tinggi. 20% lebih kematian kanker disebabkan oleh kanker paru-paru. Seperti yang dialami oleh Pak Ichwan, kanker paru-paru yang umumnya sudah ditemukan dalam kondisi stadium akhir misalnya hanya bertahan selama 4-9 bulan untuk tipe kanker paru-paru umum (non sel kecil), dan 8-12 bulan untuk jenis sel kecil.
ECCT mempunyai respon paling cepat terhadap jenis sel adenocarcinoma diferensiasi buruk (high-grade) dibanding dengan jenis lain. Pemakaian ECCT untuk kanker paru-paru jenis adenokarsinoma dengan tingkat keganasan tinggi umumnya berefek pada penyusutan massa 70-90% dalam waktu 1-3 bulan.
Pak Ichwan pakai alat ECCT secara rutin hanya sekitar 1 tahunan. Setelah itu berhenti karena merasa sudah sembuh. Kabarnya pun hilang setelah itu. Tak ada kabar pula apakah "jadi pulang kampung" ke Bumiayu.
10 tahun kemudian anak Pak Ichwan datang untuk melakukan konsultasi karena didiagnosa kanker juga. Ibunya (isteri Pak Ichwan) sudah lama meninggal karena kanker payudara. Ibunya tak sempat pakai alat ECCT seperti Pak Ichwan karena tak ada yang mengantar ke C-Care, lupa jalannya.
Anaknya menceritakan bahwa kondisi Pak Ichwan hingga saat ini di usianya yang sudah lebih dari 70 tahun dalam kondisi baik-baik saja, sudah menikah lagi dan bahagia didampingi isteri barunya. Semoga tetap sehat buat Pak Ichwan, dan tetap bahagia (WS).
Tentang ECCT: https://c-techlabs.com/electro-capacitive-cancer-therapy-ecct-devices/

Comments
Post a Comment