KANKER PAYUDARA SUDAH OPERASI DAN KEMO MASIH TUMBUH TERUS HINGGA DUA-DUANYA HARUS MASTEKTOMI
Kisah seorang ibu yang harus operasi kedua payudaranya karena kanker; Pertama sudah mastektomi dilanjutkan kemo, kemudian tumbuh lagi di payudara satu lagi, berhasil mengatasi kankernya dan melewati 10 tahun setelah stop kemo dan pakai ECCT.
Bu Sonti melakukan operasi pengangkatan payudara (mastektomi) pertama tahun 2013, untuk payudaranya sebelah kanan. Hasil operasi menunjukkan ganas. Kemudian ia juga melanjutkan terapi dengan kemo hingga selesai. Bekas operasi kering, berubah menjadi keloid.
Hanya beberapa bulan setelah operasi dan kemo, di awal 2014 muncul lagi benjolan di payudaranya. Kali ini sebelah kiri. Hasil USG menunjukkan ciri-ciri ganas, tak diketahui hasil penyebaran dari sebelah kanan atau muncul lagi yang baru. Selain benjolan di payudaranya sebelah kiri, ada juga benjolan di pundaknya sebesar 2-3 cm, tetapi diduga jinak, dari ciri-cirinya adalah jenis lipoma.
Bu Sonti tak kembali ke dokternya pertama yang melakukan operasi dan kemo sebelumnya. Ia memutuskan tak melakukan kemo lagi dan pakai alat ECCT saja. Ia datang jauh-jauh dari rumahnya di Mandailing Natal, Sumatera Utara ke Tangerang untuk mendapatkan alat ECCT.
Januari 2014, ia mulai menggunakan alat ECCT berupa rompi untuk mencover bagian seluruh dada, dan alat kecil untuk mencover ketiak. Saat itu ECCT masih dalam tahap awal pengembangan. Respon alat juga belum diklasifikasikan menurut jenis kanker dan alat belum disesuaikan seperti sekarang.
Reaksi pembuangan yang dialami oleh Bu Sonti seperti keringat yang bau sangat menyengat, buang air besar yang hitam dan bau busuk, serta buang air kecil yang keruh dan bau menyengat seperti yang dialami oleh pengguna ECCT lain relatif tak dialaminya.
Hasil scan aktifitas listrik payudaranya menggunakan ECVT juga menunjukkan angka yang tak menurun, justeru kadang meningkat pada saat masa menstruasi. Benjolan di payudaranya relatif juga tak berubah, malah cenderung membesar. Tetapi Bu Sonti tetap merasa yakin dengan alat ECCT, dan terus menggunakannya.
Setelah 1.5 tahun tak ada perubahan, tetapi juga tak ada indikasi penyebaran pada organ lain dari hasil rontgen maupun USG, akhirnya Bu Sonti memutuskan untuk operasi. Hasil operasi menunjukkan ganas: Invasive Breast Carcinoma Grade 1.
Setelah operasi ia tetap ingin meneruskan pakai alat saja, tak melakukan kemo meskipun dokternya yang mengoperasi menganjurkan kemo setelah melihat hasil patologi anatomi hasil operasi. Ia merasa yakin dengan alat saja tanpa kemo karena melihat kasus pertama yang memakai alat ECCT yaitu Bu Suwarni hanya melakukan operasi dan pakai alat, tanpa kemo.
Keputusannya akhirnya memang benar, luka operasinya cepat mengering setelah pakai alat kembali, tak ada kekambuhan seperti pada kasus sebelumnya pada payudara kanan.
Setahun kemudian hasil pemeriksaan keseluruhan termasuk rontgen thorax, USG abdomen, bone scan seluruhnya normal. Bekas luka operasi kering menjadi keloid. Hanya di sekitar keloid bekas operasi nampak jaringan kulit mati berwarna hitam dan mengering seperti daki yang menempel di kulit baik pada payudara kiri maupun kanan yang sebelumnya yang sudah dikemo. Karakternya mirip jaringan bekas diradiasi, tetapi hanya bagian-bagian tertentu di sekitar keloid.
Dimungkinkan bahwa telah terjadi kemunculan kembali massa tumor di sekitar bekas operasi baik pada operasi awal pada payudara kanan Bu Sonti yang telah dilakukan kemo, maupun pada payudara kiri yang tak dikemo. Tetapi sel-sel yang tumbuh itu kemudian mengalami kematian setelah dipakaikan alat ECCT. Kematian sel yang terjadi lebih secara alami pada bagian sel-sel yang tumbuh kembali saja (sel ganas), tak seperti bekas radiasi yang menyisakan jaringan mati di seluruh bagian post-radiasi.
Bu Sonti baru tahu kemudian setelah mendapatkan penjelasan kenapa perkembangannya di awal tak menunjukkan reaksi seperti pada kasus-kasus umum pengguna ECCT lain. Ia baru tahun bahwa tipe sel yang dialaminya adalah berbeda dengan kasus yang dialami oleh Bu Suwarni, yaitu Invasive Ductal Carcinoma Grade 3. Hasil penelitian terkait aktiftitas listrik dengan ECVT menunjukkan bahwa grade (tingkat keganasan kanker) berbanding lurus dengan tingkat aktifitas listrik, semakin ganas semakin tinggi aktifitas listriknya. Akibatnya respon terhadap terapi medan listrik ECCT juga berbeda, semakin ganas (semakin tinggi aktifitas listrik) semakin cepat respon terhadap ECCT. Begitu juga sebaliknya.
Itulah sebabnya karena tipe kanker yang dialami oleh Bu Sonti yaitu Grade 1 dengan tingkat keganasan yang paling rendah dalam skala 3, respon terhadap terapi medan listrik ECCT relatif lambat. Tipe ini umumnya akan lebih cepat mencapai remisi kalau melakukan operasi terlebih dahulu baru memakai alat ECCT untuk membersihkan sisa-sisa sel yang kemungkinan masih ada atau pun sel-sel yang terlanjur masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh.
Yang dilakukan Bu Sonti akhirnya memang benar. Ia melewati 5 tahun dan 10 tahun dalam kondisi remisi, tak pernah ada kekambuhan lagi, kondisinya normal. Ia sangat aktif dan sehat.
Semoga tetap sehat buat Bu Sonti (WS).
Comments
Post a Comment