BERHASIL MEMUTUS RANTAI "KETURUNAN" KANKER HINGGA PUNYA PUNYA ANAK DAN MELAHIRKAN SECARA NORMAL, MELEWATI 10 TAHUN

Bu Lukito ingin memutus rantai "keturunan" kanker. Ibunya meninggal karena kanker, bibinya juga terkena kanker, dia sendiri akhirnya terkena juga. Kondisi payudaranya saat itu sudah luka. Tetapi ia tidak ingin mengalami nasib yang sama seperti yang dialami oleh ibu dan keluarganya. Karenanya ia terus mencari jalan alternatif yang akhirnya mempertemukannya dengan ECCT 9 tahun yang lalu.


Gambar: KANAN: Gambar dan keterangan hasil USG Bu Lukito awal tahun 2016 yang menunjukkan adanya massa ganas di sekitar areola payudara sebelah kiri; Kedua dari KANAN: Gambar USG pasca pemakaian alat 1 dan 1.5 tahun yang menunjukkan sudah tak tampak lagi massa ganas; Kedua dari KIRI: Gambar aktivitas listrik payudara Bu Lukito sebelum (8/3/2016), setelah 2 bulan dan 4 bulan pemakaian ECCT, setelah pemakaian 4 bulan tampak aktivitas sudah normal; KIRI: Foto Bu Lukito setelah 9 tahun sejak pertama kalai pakai alat, atau 10 tahun sejak terkena kanker payudara.


Bu Lukito mempunyai riwayat keluarga yang banyak terkena kanker. Awalnya ibunya yang terkena kanker dan meninggal setelah menjalani serangkaian pengobatan di konvensional. Kemudian bibinya juga terkena kanker dan sedang menjalani pengobatan di rumah sakit. Tahun 2015 kekhawatirannya menjadi kenyataan, dia sendiri juga terkena kanker payudara. Ia meyakini bahwa kanker adalah keturunan, tetapi ia tak ingin pasrah dengan "nasib" akibat keturunan itu. Dan ia tak ingin mengikuti nasib seperti ibu dan keluarganya yang lain. Karenanya Bu Lukito terus mencari jalan alternatif untuk bisa terlepas dari "cengkeraman" garis keturunan kanker yang berujung kepada kematian.

Secara umum keturunan memang dapat mempengaruhi risiko seseorang untuk kanker kanker tertentu, meskipun preferensi atau pilihan pribadi (seperti pola makan, gaya hidup, dll.) juga sangat berperan. Secara umum, ada beberapa cara keturunan bisa berhubungan dengan risiko kanker: (1).Genetik: Ada beberapa jenis kanker yang dipengaruhi oleh faktor genetik, misalnya kanker payudara, kanker ovarium, kanker usus besar, dan beberapa lainnya. Dalam beberapa kasus, mutasi genetik yang diturunkan dari orang tua dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena kanker. Misalnya, mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2 meningkatkan risiko kanker payudara dan ovarium; (2). Riwayat Keluarga: Jika ada anggota keluarga dekat yang mengidap kanker tertentu, risiko seseorang untuk mengidap kanker tersebut bisa lebih tinggi. Meskipun faktor genetik berperan, ini juga dapat dipengaruhi oleh pola hidup yang serupa dalam keluarga (misalnya, pola makan, kebiasaan merokok, atau paparan lingkungan); (3). Penyakit Keturunan Tertentu: Beberapa sindrom genetik langka, seperti sindrom Lynch (yang meningkatkan risiko kanker kolorektal), dapat diturunkan dalam keluarga dan menyebabkan kecenderungan terhadap kanker tertentu.

Namun, penting untuk diingat bahwa meskipun keturunan dapat mempengaruhi risiko kanker, banyak faktor lain seperti lingkungan, pola hidup (seperti diet, olahraga, merokok, atau paparan zat berbahaya), bisa berkontribusi lebih besar dalam proses timbulnya kanker. 

Dalam penelitian terbaru yang dipublikasi di Jurnal Nature Communication (2019) ditunjukkan bahwa tak setiap mutasi genetika menjadi kanker. Sel bisa tetap sehat meskipun terjadi mutasi/kerusakan gen. Yang membuatnya menjadi sel kanker lebih banyak faktor dari luar sel: infeksi/inflamasi kronis dalam waktu lama, hormon stress yang menumpuk/tak tersalurkan yang menyebabkan kerusakan kronis pada sel-sel sehat. 

Saat terjadi kerusakan sel sehat yang terus-menerus itulah sel-sel sehat dipaksa melakukan pembelahan secara cepat untuk memperbaiki kerusakan yang mana gen yang mengalami mutasi masuk dalam siklus pembelahan cepat dalam siklus sel normal dan mengawali munculnya sel monster dan terus berada di siklus pembelahan cepat itu. Dalam penelitian tersebut diungkap bahwa gen yang telah mengalami mutasi tetap tak berubah menjadi kanker selama prose kerusakan terus-menerus itu tak terjadi.

Jadi secara keseluruhan, meskipun keturunan dapat memberikan predisposisi terhadap kanker, gaya hidup sehat, deteksi dini, dan pemeriksaan genetik (bagi yang berisiko tinggi) bisa membantu mengurangi risikonya.

Bu Lukito karena ia tidak ingin mengalami nasib yang sama seperti yang dialami oleh ibu dan keluarganya, ia terus mencari jalan alternatif. Ia tetap tak mau melakukan terapi konvensional seperti yang dilakukan oleh ibu dan keluarganya yang lain meskipun kondisi payudaranya sudah luka.

Dalam proses pencarian itu Bu Lukito akhirnya dipertemukan dengan ECCT 9 tahun yang lalu. Dia merasa bahwa alternatif pengobatan menggunakan alat yang memancarkan medan listrik intensitas sangat rendah itu memberi harapan baginya dan layak dicoba.

Awal pemakaian alat ECCT cairan bercampur lendir dengan bau tak sedap keluar terus dari luka. Dalam 1 bulan lendir berhenti, cairan menjadi bening, luka menjadi bersih dan perlahan menutup. Luka di payudara pulih total dalam 2 bulan.

Dengan ECCT sel dengan tingkat keganasan tinggi mengalami kematian seperti "lumer" berubah menjadi lendir, apabila lendir bisa keluar dengan baik benjolan bisa menyusut relatif cepat (1-3 bulan). Adanya luka membantu proses pembuangan lebih cepat (prinsip mekanika fluida). Karenanya untuk kasus Bu Lukito benjolan bisa hilang dalam sebulan, luka pulih dalam 2 bulan. Untuk tingkat keganasan rendah sel kanker mati banyak mengandung senyawa lipida (lemak kolesterol) sulit keluar meskipun ada luka, sehingga sering kali perlu bantuan operasi.

Hasil USG Bu Lukito setahun kemudian sudah tak terdeteksi lagi benjolan, payudaranya sudah normal. Di tahun yang sama ia bisa hamil dengan normal, hingga melahirkan dan menyusui secara normal. Alat ia stop selama hamil hingga selesai menyusui, walaupun dipakai pun tak mempengaruhi kehamilan atau proses menyusui. Kanker tak menghalanginya bisa hamil dan punya anak secara normal.

Setelah selesai menyusui Bu Lukito kembali pakai alat untuk preventif hingga sekarang mencapai hampir 9 tahun. Kondisinya normal, terbebas dari kanker, ia berhasil memutus rantai kanker di keluarganya.

Semoga tetap sehat buat Bu Lukito (WS).



Comments