DARI KOMA KARENA KANKER DI BATANG OTAK HINGGA BANGKIT KEMBALI, MENIKAH DAN PUNYA ANAK MELEWATI 12 TAHUN.

Kisah seorang anak gadis yang sempat mengalami koma karena kanker di otak kecil kemudian bisa bangkit kembali, menikah dan hamil hingga melahirkan sambil melawan kanker; Selain kanker otak ia juga terkena kanker payudara dan tumor jinak di payudara.


Gambar: Kanan: Gambar CT scan otak Famela tahun 2010 setelah radiasi, 2012 sebelum pakai alat ECCT dan 2013 setelah 6 bulan pakai ECCT; Kiri: Foto Famela Februari 2024 bersama Dr. Warsito.

***

Famela sempat mengalami koma selama 3 hari saat dirawat di RS pada akhir tahun 2012. Ia telah berjuang melawan kanker ganas yang melekat pada otak kecil dan batang otaknya sejak tahun 2008. 

Akhir tahun 2008, ia mengeluhkan sering pusing di kepala. Usianya baru 19 tahun, baru menyelesaikan pendidikan SMA. Ia tinggal bersama orangtuanya di Rajabasa, Bandar Lampung. Karena pusingnya tak kunjung hilang dan cenderung bertambah, ditambah ada gangguan keseimbangan dan makin lama makin tak kuat berdiri lama, akhirnya bapaknya membawanya ke Jakarta untuk periksa CT scan.

Hasil CT scan kepala diketahui ada tumor ganas jenis pilocytic astrocytoma di posisi antara otak kecil kanan dan kiri dan melekat ke batang otak. Besarnya sudah mencapai lebih dari 4 cm. Tipe tumornya bersepta-septa seperti gerombolan buah anggur yang rengket, menempel di sela-sela antara otak kecil kanan kiri dan batang otak, membuntu saluran ventrikel ke-4 yang mengalirkan cairan otak ke arah tulang belakang. Akibatnya cairan terbendung menyebabkan hidrosefalus, berefek ke sakit kepala terus menerus. Tekanan di otak akibat hidrosefalus dan tumor juga menyebabkannya tak kuat duduk lama.

Untuk mengurangi tekanan di otak akibat cairan otak yang terbendung ia kemudian menjalani operasi pemasangan selang cairan (VP shunt). Tumornya sendiri tak bisa diangkat karena melekat pada otak kecil  kanan kiri serta batang otak hingga menyebabkan batang otaknya terdesak.

Setelah operasi pasang selang di otak, ia kemudian menjalani radiasi sebanyak 35X di RS di Jakarta. Kondisinya relatif membaik setelah operasi dan radiasi, keluhannya sudah jauh berkurang selama 2009.

Akan tetapi karena tumornya sendiri tak bisa diangkat, keluhannya mulai muncul lagi di awal 2010, kurang lebih 1.5 tahun setelah radiasi. Hasil CT scan ulang awal 2010 tumornya semakin membesar dari 4 cm menjadi mendekati 6 cm. Massa tumor semakin mendesak batang otak di bagian depan dan otak kecil kanan dan kiri di bagian samping, sebagian besar massa terdiri dari jaringan kista membentuk balon-balon yang di dalamnya berisi cairan.

Keluhannya semakin bertambah hingga muncul masalah menelan, penciuman yang mulai hilang, penglihatan dan pendengaran, serta mulai tak bisa bertahan duduk lama. Terutama hal yang paling membuatnya stres adalah muncul pusing kalau main hape, dan tak bisa mendengar suara berisik di sekitar. Akibatnya sebagian besar waktu ia hanya bisa tiduran saja.

Tak ada tindakan medis lagi yang bisa dilakukan untuk mengatasi tumornya. Operasi untuk mengangkat tumornya tak bisa dilakukan karena menempel pada bagian otak penting dan batang otak. Kalau dilakukan resikonya terlalu besar, tak bisa melihat dan lumpuh selamanya, atau bahkan membahayakan nyawanya. 

Selama 2010-2012 ia hanya mengonsumsi obat-obat ramuan Cina dan sesekali melakukan pijat refleksi. Akhir 2012 setelah melakukan pijat refleksi ia mengalami kejang-kejang dan terpaksa dilarikan ke RS. Selama dirawat di RS bahkan mengalami koma selama 3 hari. Tetapi, alhamdulillah, ia bisa sadar kembali.

Hasil CT scan setelah koma justeru menunjukkan adanya sedikit perbaikan pada massa tumornya dibanding hasil CT scan tahun 2010. Massa tumor dengan komponen kistik cairan sudah banyak berkurang, sementara massa tumor yang padat yang merupakan komponen sel ganas relatif sama, atau cenderung bertambah. Ada kemungkinan massa kistik yang terdiri dari jaringan berbentuk gelembung-gelembung balon berisi cairan mengalami pecah ketika melakukan pijat refleksi. 

Hal itu bisa terjadi ketika massa tumor pasca dilakukan radiasi, menyebabkan jaringan tumor yang berbentuk selaput yang melapisi gelembung balon berisi cairan menjadi sangat rapuh, ditambah kemudian konsumsi obat herbal Cina bisa membuat jaringan semakin rapuh. Akibatnya ketika dilakukan pijat refleksi jaringan yang sudah sangat rapuh itu mengalami kolaps atau pecah, cairan kista di dalamnya mengalir ke sela-sela jaringan matriks otak dan sel-sel saraf, mengakibatkan listrik otak yang mengalir di dalam saraf terjadi "konslet' dan orangnya mengalami kejang hingga bisa terjadi koma.

Beruntungnya kejadian yang dialami Famela bisa ditangani dengan segera. Kalau tidak hal itu bisa berefek pada kehilangan nyawa. 

Setelah kejadian itu, ayah Famela terus mencari alternatif untuk menangani tumor ganas yang dialami anak gadisnya. Kalau tak dilakukan apa-apa, massa tumornya akan terus berkembang, kejadian yang sama akan terus berulang, sampai kondisi tubuhnya tak mampu bertahan.

Pak Suyitno, ayah Famela akhirnya menemukan berita terkait ECCT. Saat itu ECCT belum ada 1 tahun menjadi bahan pemberitaan luas di hampir semua media. Terutama ada kasus yang sama (pilocytic astrocytoma di cerebellum) yang sebelumnya dengan ECCT, yaitu kasus Willy Saputra, anak berumur 21 tahun yang berhasil bangkit kembali setelah pakai alat selama 2 bulan dari kondisi awalnya setengah koma. 

Ayah Famela membawa anak gadisnya ke Tangerang untuk mengajukan permohonan dibuatkan alat ECCT.

Waktu pakai alat pertama kali ia merasakan pusing berat, kemudian setelah beberapa hari muncul keringat yang bau sangat menyengat, buang air besar berwarna kehitaman dan berbau sangat menyengat, serta buang air kecil yang bau sangat pesing tidak seperti biasa. Selain itu setelah semingguan juga muncul ketombe yang sangat banyak di kulit kepala, kotoran mata banyak keluar, juga kotoran telinga. 

Seiring dengan reaksi pembuangan yang massif, kondisi Famela berangsur membaik, keluhannya semakin berkurang, keseimbangan juga membaik.

Setelah pemakaian 3 bulan ia sudah bisa jalan sejauh 500 meter, sudah bisa menonton TV dan main hape, penglihatannya mulai membaik, pendengaran juga sudah mulai normal, sudah tidak pusing ketika mendengar suara berisik, penciumannya juga sudah mulai membaik, sudah bisa mencium aroma makanan yang sempat hilang sela 2 tahun sebelumnya. 

Hasil CT scan setelah pemakaian 6 bulan, massa tumor sudah kelihatan samar. Setahun kemudian Famela menikah. Ia melahirkan anak yang pertama tahun 2016 dengan selamat. Ia dikaruniai bayi yang sehat. Kondisinya juga tak ada masalah.

Ia terus memakai alat ECCT untuk otaknya hingga mencapai 5 tahun pada tahun 2018. Pada tahun 2018 ia mengalami masalah lain, muncul benjolan tumor jinak (FAM) di payudaranya sebelah kiri sebesar hampir 5 cm, dan benjolan cenderung ganas di payudaranya sebelah kanan dengan ukuran hampir 1 cm. Ia kemudian mendapatkan alat rompi untuk melakukan terapi terhadap tumor jinak di payudaranya.

Tak terdengar beritanya selama masa pandemi kemudian ia kirim kabar melalui tetangganya. Genap 11 tahun pakai alat ECCT pada awal tahun 2024 atau 15 tahun sejak pertama kali didiagnosa kanker otak ganas ia mengirimkan fotonya bersama anaknya laki-laki yang sehat. Kondisinya juga sehat, kecuali sedikit gangguan pada penglihatannya yang kadang-kadang masih.

Semoga tetap sehat buat Bu Famela (WS).


Gambar: Kiri: Foto Famela dan anak laki-lakinya yang berumur 8 tahun pada tahun 2024; Kanan: Catatan reaksi dan perkembangan Famela yang dibuat oleh ayahnya saat awal pemakaian alat ECCT.

Tentang ECCT:

https://www.c-techlabs.com/electro-capacitive-cancer-therapy-ecct-devices/

Comments