SEKELUARGA TERKENA KANKER USUS BESAR, BISA TERLEPAS DARI KANKER MELEWATI 10 TAHUN DENGAN ECCT

Sebelumnya ayahnya meninggal karena kanker usus besar, kemudian dia, kakak kandung dan anak kandungnya juga kena kanker yang sama. Ia yang pertama bisa terbebas dari kanker dan telah melewati 10 tahun setelah pakai ECCT tanpa kemo, kemudian ia suruh kakak dan anak kandungnya juga pakai ECCT tanpa kemo.


Gambar: Kiri: Foto Pak Ismanto menemani putranya yang sedang konsultasi dengan Dr. warsito (3/4/2014); Kanan: Gambar CT scan dan foto fisik bekas operasi Pak Ismanto tahun 2014.


Awal 2014 Pak Ismanto, ketika usianya belum genap 42 tahun, terdiagnosa kanker usus besar. Ketakutan yang ia alami selama ini menjadi kenyataan. Sebelumnya ayahnya menginggal karena kanker yang sama, setelah menjalani operasi dan dilanjutkan kemo. Kini ia sendiri yang mengalami penyakit yang telah membunuh ayah kandungnya.

Awalnya ia mengeluhkan tak bisa buang air besar beberapa hari. Perutnya membesar karena kotoran yang menumpuk di ususnya. Hasil CT scan menunjukkan sumbatan pada usus besar transversum. Cairan diduga kotoran memenuhi ususnya menggelembung mengisi sebagian besar rongga perutnya.

Hasil biopsi yang dilakukan di RS di daerah Ponorogo menunjukkan ganas: Adenokarsinoma dengan differensiasi buruk. Tipe kanker usus yang paling agresif. 

Karena tak bisa buang air, mau tidak mau ia menjalani operasi pemotongan usus sepanjang 35 cm. Bersyukur ususnya masih bisa disambung kembali, sehingga ia tak perlu pakai kantung tinja yang dipasang di perut bagian luar dan di bawa ke mana-mana, seumur hidup. 

Seumur hidup? Ya, seumur hidup pakai kantung tinja untuk kasus kanker usus besar apabila tak bisa disambung kembali, terjadi umumnya untuk massa yang berada dekat dengan rektum atau di area anus. Untuk kasus Pak Ismanto posisi massa relatif masih jauh dari anus, sehingga bisa disambung kembali. 

Tetapi dengan tipe sel pada kasus yang dialami oleh Pak Ismanto, mungkin hal itu tak banyak membantu. Tipe sel adenokarsinoma dengan diferensiasi buruk adalah tipe yang menyebar sangat agressif, menyebar secara diffuse (sulit dibedakan secara visual), mudah muncul kembali dan menyebar secara luas. Pak Ismanto tak ingin mengalami nasib yang sama seperti ayahnya.

Tetapi dunia kedokteran belum ada solusi yang efektif mengatasi kasus kanker usus besar, terutama untuk tipe sangat agressif seperti yang dialami oleh Pak Ismanto. Satu-satunya alternatif adalah operasi dengan dilanjutkan kemo. 

Tingkat prognosis kanker jenis ini dengan operasi dan kemo sekalipun masih sangat buruk. Kemungkinan bisa bertahan hidup hingga 5 tahun hanya 20-40%, 60-80% tak bisa bertahan hingga 5 tahun. Hal itu lah yang terjadi pada ayahnya, meninggal tak lama setelah operasi dan kemo. Pakai kantung tinja "seumur hidup" masih hal yang baik, karena "seumur hidup" itu kemungkinan tak terlalu lama juga.

Hasil analisa patologi sel hasil operasi Pak Ismanto lebih mengkhawatirkan lagi: High Grade Malignant Fibrohistocytoma. Sejenis sarcoma yang berada pada usus besar, lebih ganas dari tipe adenokarsinoma. Kemungkinan kemo pun tak banyak menolong. 

Sebulan setelah operasi di bagian perut Pak Ismanto di sekitar operasi nampak mulai mengalami pengerasan lagi. Sepertinya kankernya mulai tumbuh kembali dengan cepat. Ia tak ingin mengikuti nasib seperti ayahnya. Ia mencoba mencari alternatif lain.

Awal 2014, saat itu sedang ramai pembicaraan masyarakat terkait ECCT. Pak Ismanto bulat hati untuk memakai ECCT, tanpa menjalani kemo. Ia termasuk salah satu orang pertama yang pakai alat ECCT untuk kanker usus besar. Ia berharap dengan pakai ECCT bisa menggantikan kemo, bisa membersihkan sel-sel kanker yang masih sisa setelah operasi.

Beruntungnya tipe yang dialami Pak Ismanto adalah tipe yang respon terhadap ECCT relatif cepat, baik tipe adenokarsinoma diferensiasi buruk maupun sarcoma. Dua-duanya tipe sangat agressif, tetapi semakin agressif kanker semakin cepat sel merespon alat ECCT, semakin cepat sel meluruh (hancur menjadi sel-sel mati yang berbentuk cair) dan keluar dalam bentuk lendir bersama feses.

Setelah mendapatkan alat ECCT Pak Ismanto di CCare Alam Sutera ia pulang ke rumahnya di Ponorogo. Sejak itu tak ada kabar lagi. 

Baru 10 tahun kemudian, tepatnya awal 2024, ia datang lagi ke CCare. Kondisinya baik-baik saja, sangat sehat, sangat normal. Ia tak pernah menjalani kemo yang dianjurkan dokternya. Alat ECCT sempat ia pakai 2-3 tahun di awal. Setelah itu tak pernah konsul tak pernah check alat lagi. Tetapi 10 tahun kemudian ia masih hidup dan baik-baik saja. 

Sepertinya ECCT cukup membantu  terutama dengan tingkat keganasan tinggi dengan cukup dipakai beberapa bulan saja guna membersihkan sel-sel kanker setelag operasi untuk mengangkat sebagian besar massa tumornya, tanpa kemo. Hal yang sama yang dilakukan oleh Ibu Suwarni, pengguna pertama ECCT, operasi kemudian pakai alat, tanpa kemo.

Kali ini Pak Ismanto datang untuk menkonsultasikan dua orang sekaligus, kakak kandungnya perempuan dan anak kandungnya laki-laki. Dua-duanya mengalami kanker yang sama dengan yang pernah diidap olehnya dan oleh ayahnya, kanker usus besar. Dua-duanya telah menjalani operasi. Pak Ismanto ingin dua-duanya bisa terbebas dari kanker seperti dia, cukup pakai alat ECCT setelah operasi, tanpa kemo.

Kakak perempuan dan anak laki-laki Pak Ismanto telah memakai alat selama 2 bulan. Perkembangannya cukup bagus, kondisi dua-duanya sehat dan normal.

Semoga tetap sehat buat Pak Ismanto, dan progres terus membaik buat kakak dan putranya (WS).

Comments