KANKER PAYUDARA UKURAN BESAR BERSIKERAS TAK MAU OPERASI, BISA MELEWATI 10 TAHUN DALAM KONDISI REMISI DENGAN ECCT+BCT+RADIASI+ECCT

Ukuran benjolan di payudara sebelah kiri sudah mencapai kurang lebih 5 cm. Hasil biopsi menunjukkan keganasan, tipe intra ductal carcinoma. Bu Sri Wahyuni bersikeras tak mau operasi. Ia ingin pakai alat ECCT saja. Tetapi tipe kankernya bukan tipe yang bisa meluruh dan keluar lewat keringat, air seni dan buang air besar. Ia mendatangi hampir semua dokter onkolog di Medan dan Malaysia yang mau mendukung dia pakai alat ECCT dan bersedia membantu mengambil benjolannya saja (BCT/lumpektomi). Tetapi tak ada dokter yang mau, semuanya mengatakan harus operasi seluruh payudara kiri (mastektomi). Sampai akhirnya ada satu dokter bedah onkologi di jakarta yang mau mengoperasi dengan mengambil benjolannya saja, dan seorang dokter onkolog muda di Medan yang mendukungnya pakai ECCT dan bersedia melakukan radiasi di bekas operasi BCT. Sempat terjadi penyebaran di paru-paru setahun kemudian, tetapi kemudian nodul hilang dengan pakai alat saja. Bu Sri Wahyuni melewati 10 tahun sejak didiagnosa kanker pada tahun 2023 dalam kondisi sehat dan remisi (bebas dari kanker).


Gambar: KANAN: Gambar USG yang menunjukkan adanya nodul ukuran 4 cm di payudara kiri beserta aktifitas listrik mamae berdasarkan hasil scan Breast ECVT; TENGAH: Hasil PET CT yang menunjukkan massa di payudara yang sudah bersih, lesi di paru-paru dengan aktifitas rendah (kemungkinan nodul yang awalnya sudah ada dan mengalami proses kematian dengan pakai alat), tak ada penyebaran di bagian organ lain; KIRI: Kondisi Ibu Sri Wahyuni ketika melewati 10 tahun dalam kondisi sehat dan terbebas dari kanker.

Bu Sri Wahyuni didiagnosa kanker payudara pada bulan Oktober 2013. Hasil USG menunjukkan benjolan yang mencapai 4X2.5X2 cm. Hasil biopsi FNAB menunjukkan keganasan, tipe intra-ductal carcinoma atau Ductal-Carcinoma in Situ (DCIS). Dokter yang memeriksanya menyarankan operasi mastektomi (pengangkatan seluruh payudara), dilanjutkan dengan kemo dan radiasi. 

Bersikeras tak ingin mastektomi, Bu Sri Wahyuni konsultasi ke C-Care Riset untuk bisa pakai alat ECCT sehingga tanpa operasi. Pemeriksaan dengan ECVT di C-Care riset menunjukkan indek aktifitas listrik payudara maksimum yang mencapai 0.35, tipe kanker dengan tingkat keganasan sedang ke rendah. Secara kategori tipe sel berdasarkan respon terhadap ECCT termasuk Tipe D, secara umum respon kanker terhadap terapi ECCT juga sedang, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat, sel-sel mati akibat terapi cenderung mengendap di area sekitar tumor, pembuangan umumnya lambat, sehingga ukuran massa cenderung membesar terutama dalam pemakaian di bawah 6 bulan. Untuk tipe ini umumnya disarankan untuk kombinasi dengan operasi; Pada banyak kasus operasi cukup dilakukan dengan mengambil benjolan saja setelah pakai alat 3-4 bulan yang mana massa utama sudah cukup lemah, dan penyebaran kecil-kecil sudah bersih dengan pemakaian alat.

Bu Sri Wahyuni akhirnya memutuskan pakai alat ECCT, masih berharap tipe kanker yang dialaminya bisa meluruh, terbuang melalui keringat, air seni dan buang air besar, sehingga kankernya bisa hilang tanpa operasi. Akan tetapi progres terapi yang dialaminya lebih sesuai dengan hasil analisa dan prediksi tim Fisika Medis C-Care. Karakter kanker Tipe D tak akan keluar melalui pembuangan tubuh seperti keringat atau air seni. Setelah pemakaian kurang lebih 1 tahun benjolannya melunak, aktifitas listrik berdasarkan hasil scan ECVT menurun, tetapi ukurannya relatif membesar. Hasil rontgen dan USG abdomen bersih, tak ada penyebaran. Secara umum hasil perkembangan terapi selama 1 tahun menunjukkan massa tumor yang terlokalisasi, melunak, tak ada penyebaran, aktifitas menurun, hanya ukuran membesar. Saran yang diberikan oleh tim C-Care adalah agar Bu Sri Wahyuni konsultasi dengan dokter bedah yang mau operasi. Bu Sri setuju operasi kalau hanya mengambil benjolannya saja.

Ia mendatangi dokter onkolognya di Medan yang pertama kali memeriksanya untuk konsultasi operasi lumpektomi (ambil benjolan) saja. "Tak ada protokol kedokteran seperti itu. Kalau mau mastektomi, lanjut kemo dan atau radiasi," jawab dokternya. Tak puas dengan jawaban dokternya seperti itu Bu Sri Wahyuni pindah ke dokter yang lain. Seluruh dokter yang ia datangi di Medan.jawabannya sama. Masih berharap ada dokter yang mau mengikuti keinginannya, Bu Sri Wahyuni berangkat ke Malaysia. Seluruh onkolog di Malaysia ia datangi jawabannya juga tak beda jauh dengan dokter di Medan.

Ia tetap bergeming dengan sikapnya tak ingin operasi kalau harus mengangkat seluruh payudaranya. Sampai suatu ketika Bu Sri Wahyuni ketemu dengan dokter onkolog muda di Medan yang mempunyai ketertarikan besar dengan ECCT. Dokternya menghargai sikapnya untuk melakukan lumpektomi saja dan mendukungnya untuk tetap memakai ECCT serta berjanji akan membantunya melakukan radiasi setelah operasi lumpektomi. Awal 2016 akhirnya Bu Sri Wahyuni berhasil ketemu dengan dokter bedah onkolog yang mau melakukan operasi pengambilan benjolan saja di Jakarta. Kemudian lanjut dengan radiasi di medan mulai pertengahan 2016.

Setelah operasi lumpektomi dan radiasi benjolan di payudaranya bersih, keloid yang tadinya muncul di area bekas operasi juga hilang dengan radiasi. Ia melanjutkan pakai rompi ECCT setelah operasi dan radiasi. Sempat ada nodul dengan aktifitas rendah di paru-parunya berdasarkan hasil PET CT awal 2017, setahun setelah operasi. Penyebaran kemungkinan terjadi pada saat operasi. hanya dengan pemakaian alat kemudian penyebaran tersebut bisa ditekan dan perlahan aktifitasnya berkurang. Ia meneruskan untuk pakai alat ECCT saja. 

Hasil check up 2024 genap 10 tahun sejak pertama kali didiagnosa kanker menunjukkan semuanya bersih. Kondisinya sehat dan aktif, terbebas dari kanker. Setelah melewati 10 tahun dalam kondisi terbebas dari kanker, Bu Sri Wahyuni beralih memakai alat ECBS untuk tujuan olahraga dan preventif. Semoga tetap sehat dan terus aktif buat Bu Sri Wahyuni (WS).








Comments